Rabu, 13 Januari 2010

Meaningfullness of A Life


Di tengah kepenatan akan pekerjaan, penelitian, dan perkuliahan, malah membuatku semakin terdorong untuk sharing melalui sebuah tulisan. Ya, jujur saja pada dasarnya aku sangat suka menulis dibanding melakukan riset yang sangat menyita waktu, pikiran, tenaga, dan membuatku terisolasi. Namun, bersyukur terhadap apa yang menjadi amanah Sang Gusti, dan mengamini bahwa tidak ada di dunia ini yang terjadi secara kebetulan!

Sang Gusti dengan segala rancangan-Nya membuat dunia ini dan segala isinya tidak terjadi secara kebetulan. Pada awalnya terbesit sebuah opini dalam benakku, ‘ah bisa saja dunia dan kehidupan terjadi secara kebetulan, toh sekarang manusia berbicara mengenai asal mula alam semesta dalam kaitan dengan gerakan energi dan kombinasi antara ruang, waktu dan kemungkinan yang dimanifestasikan berdasarkan data faktual’

Yuri Gagarin, Kosmonot Soviet, memberikan komentar setelah menginjakkan kakinya di bulan “Saya tidak melihat Allah di luar sana” Mungkin komentar tersebut dapat tepat, kita tidak lagi hidup di sebuah zaman di mana keberadaan Allah diterima begitu saja. Allah tidak dapat kita temukan dalam tabung reaksi eksperimen atau bahkan teleskop. Kepercayaan terhadap Allah timbul secara emosional dan ilmu pengetahuan tidak memberikan bukti akan eksistensi Allah. Bertolak dari asumsi ‘sesuatu’ pada hakikatnya memiliki eksistensi. Jika ‘sesuatu’ itu memiliki eksistensi, ‘sesuatu’ itu mungkin dapat bersifat kekal, diciptakan oleh ‘sesuatu’ yang kekal, atau tercipta dengan sendirinya. Apabila kita menjawab dengan alternatif pertama atau kedua, maka kita mengakui ada sesuatu yang kekal, yaitu bisa dunia atau kreator-nya, alternatif terakhir pastilah menjadi pilihan mereka yang skeptis terhadap eksistensi Allah.

Eksistensi Allah tetap dipertanyakan, mungkinkah bahwa alam semesta terjadi secara kebetulan atau dengan sendirinya? Faktor kebetulan hanyalah abstraksi matematis yang tidak memiliki eksistensi yang riil, sebab yang dinamakan kebetulan itu bukanlah apa-apa, sehingga ia pun tidak dapat melakukan apapun. Faktor kebetulan adalah tidak memiliki kekuatan untuk menghasilkan apapun. Faktor kebetulan juga tidak memiliki tujuan apapun!

Andai manusia adalah akibat dari peristiwa kosmos dan nasib manusia akan berakhir, bagaimana mungkin manusia memiliki arti pada saat ini? sehingga bisa ditarik konklusi kehidupan saya adalah merupakan kisah yang diceritakan oleh seseorang yang bodoh. Andai pula alam dan kehidupan diciptakan tidak memiliki asal mula dan tujuan, bagaimana mungkin kehidupan saya dikatakan lebih berarti?

Setiap kehidupan memiliki arti. Seluruh alam ini meneriakkan rancangan Sang Gusti. Rancangan sudah pasti ada perancangnya. Tanpa adanya asumsi rancangan dalam alam, tidak mungkin akan ada ilmu pengetahuan. Seorang biologi evolusionis yang ingin menggantikan peran Allah dengan teorinya harus mengasumsikan adanya rancangan untuk menjelaskan teorinya. Sesuatu tidak mungkin berasal dari ketiadaan. Eksistensi Allah adalah bukti dari dunia itu sendiri.

Yeremia 29 : 11 “ Sebab Aku ini mengetahui rancangan-rancangan apa yang ada padaKu mengenai kamu, demikianlah firman Tuhan, yaitu rancangan damai sejahtera dan bukan rancangan kecelakaan, untuk memberikan kepadamu hari depan yang penuh harapan.“

Praise be to God



Sebagian diambil dari 'Reason to Believe, series of systematic theology (RC Sproul)'

Rabu, 30 Desember 2009

Evolusi menuju Titik Omega (Teilhard de Chardin)



Iseng-iseng kemarin saya membaca lagi mengenai riwayat seorang Teilhard de Chardin yang sebelumnya saya ketahui sedikit dari pelajaran filsafat yang saya dapat. Bukunya yang sangat fenomenal yaitu The Phenomenon of Man. Sedikit biografi tentang beliau, beliau adalah seorang filsuf berkebangsaan Prancis yang sangat religius, tergabung dalam komunitas religius katolik pada waktu itu yang disebut 'Society of Jesus.' Namun yang menarik adalah bahwa beliau juga merupakan seorang peneliti di bidang palaentologi, penemuannya yang sangat terkenal adalah manusia purba Sinanthropus Pekinensis, menjadi penemuan yang memperkuat Darwinisme.

Sedikit demi sedikit membaca, lama-lama saya jadi semakin antusias. Beliau banyak melakukan penyelidikan terhadap alam semesta melalui penemuan-penemuannya di bidang palaentologi serta berpegang teguh pula pada ajaran gereja, dari sana beliau berusaha untuk mendamaikan antara iman dan ilmu pengetahuan. Bertolak dari hakikat manusia sebagai makhluk yang paling 'sadar' di dalam sejarah semesta, beliau menyelidiki alam semesta bagaimana hubungan antara bagian-bagiannya, maksud pokok dan susunannya, sampai menemukan kedudukan manusia dalam alam semesta yang telah tertata rapi dalam penciptaan. Manusia sebagai makhluk yang paling 'sadar' akan 'bergerak' menuju tingkat kesadaran yang tertinggi terhadap Allah sebagai creator.

Tinjauan evolusi sebagai proses yang mengarah kepada peningkatan kompleksitas. Dari sel hewan menjadi makhluk yang berpikir, proses konsentrasi psikis mengarah pada peningkatan kesadaran. Munculnya Homo sapiens menandai awal dari sebuah zaman baru, yaitu manusia sebagai makhluk berpikir dan memiliki awal kesadaran terhadap kehadiran akan Yang Mutlak. Dalam pandangan beliau, evolusi akan berujung pada Titik Omega, semacam kesadaran tertinggi, terhadap dirinya sebagai akhir dari suatu proses.

Bumi dan segala isinya selalu mengalami perkembangan. Evolusi dunia bukanlah sebuah hipotesis namun suatu realita yang menjadi dasar bagi iman. Yang sering terjadi adalah, ketika teori evolusi sudah diterima, peran Allah sebagai pencipta akan dilupakan, tetapi tidak demikian karena Allah adalah 'Jiwa Evolusi' yang mengarahkan alam semesta untuk membentuk diri dan berkembang. Pemikiran-pemikirannya dianggap menjadi momok yang sangat berbahaya terhadap Gereja. Perlawanan didapatkan dari lingkungan Gereja Katolik pada waktu itu, oleh karenanya jawaban-jawaban dari pertanyaan tersebut tidak dicarinya dalam ajaran gereja, sebab pikiran konservatif kaku dari Gereja pada masa itu beranggapan bahwa bumi dari awal adalah sama seperti sekarang dan sampai pada akhirnya nanti adalah tetap.

Bagi saya mempelajari mengenai kehidupan dan alam semesta merupakan hal yang menarik, sebab antara iman dan kehidupan di dunia merupakan kedua hal yang saling berkaitan, iman menjadi inspirasi saya untuk dapat melakukan apa yang terbaik untuk bumi ini. Bumi adalah tempat kudus meskipun ada anggapan bahwa bumi tempat yang penuh dosa. Alam semesta dan segala isinya merupakan manifestasi dari kemuliaan Allah dan Kasih Allah yang tak terperi. Bukankah Yesus hadir agar kemuliaan Allah dinyatakan di dalam bumi ini? Kutipan dari Teilhard bahwa manusia dapat menjadi pengikut Kristus apabila dia menjadi manusia seutuhnya. Manusia dapat menjadi seutuhnya apabila ia memeluk bumi. Iman kepada Kristus tidak dapat dipisahkan dengan iman kepada dunia. Roh Kudus yang akan memampukan kita untuk menjadi semakin serupa dengan Kristus. Terpujilah Allah.

Sabtu, 28 November 2009

A Reason to Love Nature



Hari ini dan kemarin, saya dan beberapa kawan mengikuti sebuah seminar bertema ‘On the 150th of Origin Species’. Seminar ini dilangsungkan sebagai penghormatan terhadap teori Darwin yang telah berusia 150 tahun sejak dipublikasikannya. Kebersamaan, canda-tawa, dan rasa bangga menjadi hal-hal yang berkesan, namun ada satu hal dari seminar tersebut yang tertinggal dalam di benak saya yaitu inspirasi!. Inspirasi yang membuat saya ingin urun rembug dengan kawan-kawan mengenai arti penting alam di dalam mewujudkan dunia yang damai dan anti kekerasan.

Paparan yang disampaikan oleh Prof. Dr. Muhammad Soerjani (Beliau merupakan Guru Besar Emeritus Universitas Indonesia dan Direktur Institut Pendidikan dan Pengembangan Lingkungan Hidup Indonesia) di dalam seminar, membuat saya berpikir bahwa alam juga menjadi salah satu faktor yang tak terbantahkan sebagai penyebab timbulnya ‘kekerasan’. Mahatma Gandhi, sosok yang luar biasa menurut saya, beliau tidak hanya seorang sosialis yang memperjuangkan hak-hak asasi manusia namun beliau juga merupakan seorang naturalis yang peduli dampak perusakan alam terhadap lingkungan. Gandhi yang dikenal sebagai deep ecology philosopher, menyatakan kritiknya terhadap antroposentrisme yang berlebihan. Keserakahan manusia tidak hanya merusak alam namun juga sebagai tindakan ‘kekerasan’ terhadap sesamanya.

Beberapa waktu yang lalu saya membaca seorang tulisan seorang kawan, mengenai sebuah negara yang termasuk dalam penghasil kopi terbesar di dunia, namun yang menjadi ironi adalah petani tidak pernah mendapatkan jumlah keuntungan yang setimpal atas hasil kerja kerasnya, keuntungan terbesar ada pada pedagang kopi dan franchise-franchise peracik minuman kopi. Kasus lain, penebangan hutan karet secara ilegal merenggut mata pencaharian petani karet yang mengumpulkan tetes demi tetes getah karet untuk sesuap nasi bagi keluarganya, tidak sesederhana itu pohon karet memerlukan waktu puluhan tahun untuk dapat tumbuh dan tidak bisa dibayangkan berapa banyak spesies yang hilang dalam satu pohon yang ditebang. Berikutnya, kasus dalam negeri, penambangan emas di Papua tidak hanya merusak ekosistem yang ada dengan limbah yang berbahaya, tanah menjadi miskin hara, hal tersebut tentunya menyebabkan hilangnya mata pencaharian masyarakat Papua sebagai petani. Namun, apa daya mereka yang miskin tersebut? Mereka hanya dapat pasrah bagaimana diri mereka dijajah oleh sesamanya yang rakus.

Mutlak saya kira bahwa manusia adalah makhluk serakah yang tidak pernah menghargai ‘perasaan’ alam. Gandhi menyerukan ‘the Earth has enough for everyone’s need, but not for anyone’s greed’. Bumi dengan segala kekayaan alam yang sangat melimpah memastikan segalanya cukup untuk kebutuhan setiap orang, tetapi tidak akan cukup bagi mereka yang serakah. Belajar mencintai alam memang tidak mudah, namun dengan menghargai alam juga merupakan cara bagaimana kita dapat menghargai sesama kita, Mewujudkan dunia yang anti-kekerasan dan bumi sebagai tempat tinggal yang nyaman merupakan masalah multidisipliner, setiap orang memiliki tanggung jawab di dalam keterkaitannya dengan alam. Ya, Kesadaran itu dimulai dari kita!

Minggu, 01 November 2009

Evolution in My Mind



Sometimes ago, I got a lecture about the history of the science. How science has changed rapidly in the Renaissance era, because in this era, people were courageous to think and there was a changing from theocentric to anthropocentric. They more interested in how to create well-being together, so that the era is called ‘scientific revolution’

In the 18th century emerged a theory that has very large impact on the current world developments, especially in the field of biological science, the Darwinian theory of evolution. While in college, my lecturer said ‘why Darwin's theory is always associated with humans coming from apes?’ In terms of religion, the debate about this theory will not be endless, but I think through this theory God has proved He is a Great Creator.

So is it true that humans came from apes? Darwin's theory was not say that humans came from apes, but humans originated from the same ancestor. I try search a phylogenetic tree picture to explain that humans are on a separate chain with the primates, but according to scientific studies that all living things that exist today (animals or plants) originated from the same ancestor.


The question is how living things are now coming from the same ancestor? Until now there is no definitive theory of creation. For example of one theory, Miller's theory, he made experiment to produce amino acid through the mixture of methane, ammonia, hydrogen and water. The four substances are gas in the earth. Then, the gas mixture be given a stepping electric energy to form an amino acid. The amino acid become the beginning of life. According to Miller, the earth at that time experienced heavy rain and lightning, trough that phenomenon created the amino acids from the gases, these amino acids formed in the bottom of the sea and developed into single-celled organisms for the first time. This single-celled organisms evolved into multicellular organisms is an ancient fish. Ancient fish is at the point where terrestrial life began to emerge. Lobus ancient fish (fish has fin like feet) evolved into amphibians, and amphibians evolved into land animals. It sounds silly, but you do not imagine that evolution occurs only for a few years but over billions of years.

Darwin's theory is supported by Watson and Crick. They are the inventor of DNA structure for the first in the 19th century. DNA in human chromosomes is known a mechanism of genetic inheritance from one generation to the next generation. For example, if you are curly hair, your child has probability to have curly hair. DNA can mutate at any time, therefore it is not surprising if the mechanisms of evolution will occur, we will not know how the form of modern human in hundreds or millions of years into the future

The remnant of the evolution is also still exist today, for example, the tail bone in humans, then a small dot on the human eye (membrane nictitans) is similar to those found in amphibians, and then the repetition of embryological stages, if you compare the embryo from zygote development in early month after conception the sperm and ovum cells have similarities to the fish embryos, therefore you do not be surprised if there are people who gave birth of fish

Evolution made me think, God's creation is incredible. In the Bible, God created animals, plants, and humans based on the order of certain days, but I interpret that day was the long period of time and a very long process. I took many inspiration from the theory of evolution. First, man is not better than animals and plants because we comes from the same ancestor :d. The second, humans are remarkable in his ability to think. In today's technology and research greatly expanded by the results of human thought. For the next few years the research will be more advanced with the discovery of 3-dimensional mapping of the structure of the ribosome by 3 scientists (they achieved nobel prize) recently. Just for your information, ribosom has function to synthesis proteins in human cells, and as the identification of abnormalities in protein expression in humans that caused by a virus or other causes, so that the damage in ribosom can be repaired. Extraordinary in my opinion, the other example about the cloning of genes, personalized medicine (personal DNA repair damaged), perhaps to the future there will be eternal and human beings can not die. Biotechnology often has conflicts with the religions, about ethics in this case we need input from the other discipline such as theology :)